Ciri khas Rumah Gadang ialah atapnya "Bergonjong" seperti tanduk kerbau. Rumah gadang tersebut dahulu beratap ijuk, dan melengkung ke kanan, kiri, ada yang dua atap dan empat atapnya dan lengkung kedepan bagaikan mamak yang bertiga.
Rumah gadang pertama dibangun pada zaman Pemerintahan kerajaan ke II, yaitu dizaman pemerintahan Datuak Parapatiah nan Sabatang dan Datuak Ketemanggungan. Menurut setengah pendapat ahli tambo kira-kira pada abad ke III Masehi.
Pusat pemerintahan waktu itu adalah di Lagundi nan Baselo karena masih terdapat bekas-bekasnya disana seperti : sawah gadang satampang benih, batu laweh sajamba makan, pincuran puti, titian barayun gelanggang kuwau, lurah situkal benang, tungku tiga sejarangan, dan lain-lain.
Pemerintahan sudah berkelarasan yang dua Koto Piliang dan Bodi Chaniago. Pemerintahan dibantu oleh Dewan Mentri yang dinamakan "Orang Yang Tujuh Langgam". Adat berjenjang naik bertangga turun sudah dilaksanakan pada masa itu. Yang mengetahui sebuah rumah ialah tungganai diatas itu penhulu andika dan diatasnya lagi penghulu suku dan diatas sekali penghulu pucuk.
Terlepas dari semua itu, pada abad ke II Masehi itulah dibangun "Rumah Gadang" lengkap dengan Rangkiang atau Lumbung. Dan apakah atapnya sudah bergonjong, memang agak sukar juga untuk memastikannya. Sebab rumah gadang dengan rumah bergonjong tentu berbeda.
Dimuka rumah gadang didirikan pula tiga buah rangkiang yang masing- masing bernama :
1. Ditengah-tengah Sitinjau Laut
2. Disebelah kiri Sidagang Lapar
3. Disebelah kanan Sibayau bayau
Kegunaan setiap lumbung itu adalah :
Sibayau-bayau; fungsinya sebagai Sosial, untuk penanti dagang lalu, menyongsong orang baru datang, menolong tamu dari jauh.
Sitinjau Laut; untuk menenggang koroang dan kampung, melapangkan orang kesempitan.
Sidagang Lapa atau Sianggak Lerok; untuk dimakan anak kamanakan, persiapan rumah tangga.
Ruangan Dalam Rumah Gadang
Dalam cerita klasik Minang disebutkan :
Rumah gadang sambilan ruang, sapuluah jo pandapuaran, sabaleh jo anjuang tinggi, panjang nan tidak panjang bana, salajang kudo balari, sakuat kuaran tabang, rangkiang tigo sajajaran nan satu sibayau-bayau, nan satu sitinjau laut nan sabuah sianggak lorek, dan seterusnya. Inilah gambaran rumah gadang Puti Gondoriah di Tiku- Agam.
Sudah jelas bahwa panjang rumah gadang seperti yang dilukiskan itu hanya kiasan saja. Memang ada rumah gadang yang panjangnya lebih dari seratus meter, terbagi atas puluhan petak dan setiap petak dihuni oleh satu keluarga. Rumah gadang seperti ini terdapat di Sulit air, dan rumah larik di Sungai Penuh- Kerinci, hanya tipenya berbeda.
Bentuk atap rumah gadang dalam berbagai daerah di Minangkabau agak berbeda, ada yang dambin, bagai elang akan terbang, menancap kelangit, dan sebagainya. Tetapi bagian dalam hampir sama, ada yang beranjung, dan ada yang tidak. Malahan di Koto nan ampek, ada rumah gadang yang memakai tingkap peranginan dan kabarnya itulah rumah raja di zaman dahulu. Mungkin model rumah gadang inilah yang dibawa keturunan Minangkabau di Negeri Sembilan, yaitu Istana Seri Menanti.
Bahagian yang sebelah keujung dinamai "Ujung" dan bila ditinggikan dinamakan "Anjung". Dua petak sebelah kehalaman sama tinggi saja lantainya dan bahagian yang ditengah ruangan yang memanjang dari ujung kepangkal dinamakan "Labuah kudo". Dibagian dinding sebelah belakang yang ditinggikan terdapat beberapa buah bilik yang berderet dari ujung sampai kepangkal. Bagian yang ditinggikan dinamai "bandua".
Apabila dalam rumah gadang ada beberapa orang gadis, yang termuda akan mendapat tempat sebelah keujung, apabila seorang gadis telah menikah ia akan ditempatkan di bilik utama atau bilik paling ujung, bila gadis yang kedua menikah dia akan menempati bilik utama dan yang kawin pertama tadi akan pindah kebilik berikutnya, jika ada lagi gadis yang menikah maka yang pindah pertama akan pindah lagi kebilik selanjutnya begitulah seterusnya. Dan orang tua menempati bilik paling pangkal, dan kadang kala orang tua harus membuat tempat tidur atau bilik tambahan dibahagian dapur.
Besar bilik biasanya cukup untuk sebuah ranjang dan berhias. Bilik disediakan untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki atau pemuda tidak tersedia bilik dirumah gadang dan biasanya mereka tidur disurau sambil memperdalam ilmu agama dan belajar bela diri atau silat. Kembali kepersoalan rumah gadang, dan pada umumnya sebuah rumah gadang penuh dengan ukiran dan setiap ukiran itu ada namanya, seperti Pucuk rebung, Akar Cina, naga, dan lain-lain.
Membangun Rumah Gadang
Membangun rumah gadang di Minangkabau pada zaman dahulu dikerjakan secara gotong royong sebab mereka menyadari benar petuah adat "Bulet aia dipambuluh, bulek kato dek mufakat" - "Tuah sakato, cilako basilang".
Jika seorang mamak akan membangun rumah maka dibawalah mufakat niniak mamak, penghulu dan sanak famili dan yang lainnya. Pekerjaan pertama ialah kehutan dalam ulayat penghulu, atau ulayat kampung untuk mencari tonggak, atau tiang. Tonggak dan kayu untuk rumah tersebut terlebih dahulu direndam. Setelah tiba masanya mengeluarkan rendaman pekayuan itu dan mulailah pekerjaan memahat, setelah kepala tukang membuat tanda pd tiang tersebut. Dalam memilih tonggak, ada pula tilikan dan kepercayaan sebab ada kayu-kayu itu yang tak baik dipergunakan.
Pembuatan sebuah rumah gadang bisa mencapai beberapa tahun kerna bahan-bahan untuk rumah tersebut harus dicari dan diproses sedemikian rupa. Dan ketika rumah akan ditegakkan keluarga dekat akan membawa beras dan kain yang dinamakan "tukut tonggak" dan ada pula beberapa rangkaian upacara dalam membangun rumah gadang.
Rumah gadang dibuat untuk perempuan. Bila rumah selesai dibangun, yang menempati bukanlah mamak yang sudah berjerih payah mendirikannya, melainkan saudaranya yang perempuan dan kemanakan perempuan. Tetapi yang berkuasa dirumah gadang adalah penghulu kaum, tungganai atau penghulu andika. Sebab tugas seorang mamak dalam rumah sebagai kata adat juga: Hanyut dipintas, hilang dicari, Tarapung dikait, terbenam diselami, Usul dipermainkan, cabuh dibuang, Siang dilihat-lihat, malam dengar-dengarkan, Kamanakan disambah batin, mamak disambah lahir, Lupa diingatkan, tertidur dibangunkan, Senteng akan dibilai, kurang akan ditambah, Panjang dikerat, singkat diulas, Jauh dikenangkan, dekat diulangi.
Karena fungsi itulah rumah gadang di Minangkabau tidak bisa dijual atau digadaikan. Maka kini wanita tertua dalam rumah gadang itulah yang berkuasa dalam rumah gadang. Ia mempunyai sebuah peti penyimpanan yang istimewa namanya "amban purek", begitu juga mengendalikan padi, ternak dan keuangan dirumah gadang tersebut, dialah yang menyelenggarakannya.
Rumah gadang pertama dibangun pada zaman Pemerintahan kerajaan ke II, yaitu dizaman pemerintahan Datuak Parapatiah nan Sabatang dan Datuak Ketemanggungan. Menurut setengah pendapat ahli tambo kira-kira pada abad ke III Masehi.
Pusat pemerintahan waktu itu adalah di Lagundi nan Baselo karena masih terdapat bekas-bekasnya disana seperti : sawah gadang satampang benih, batu laweh sajamba makan, pincuran puti, titian barayun gelanggang kuwau, lurah situkal benang, tungku tiga sejarangan, dan lain-lain.
Pemerintahan sudah berkelarasan yang dua Koto Piliang dan Bodi Chaniago. Pemerintahan dibantu oleh Dewan Mentri yang dinamakan "Orang Yang Tujuh Langgam". Adat berjenjang naik bertangga turun sudah dilaksanakan pada masa itu. Yang mengetahui sebuah rumah ialah tungganai diatas itu penhulu andika dan diatasnya lagi penghulu suku dan diatas sekali penghulu pucuk.
Terlepas dari semua itu, pada abad ke II Masehi itulah dibangun "Rumah Gadang" lengkap dengan Rangkiang atau Lumbung. Dan apakah atapnya sudah bergonjong, memang agak sukar juga untuk memastikannya. Sebab rumah gadang dengan rumah bergonjong tentu berbeda.
Dimuka rumah gadang didirikan pula tiga buah rangkiang yang masing- masing bernama :
1. Ditengah-tengah Sitinjau Laut
2. Disebelah kiri Sidagang Lapar
3. Disebelah kanan Sibayau bayau
Kegunaan setiap lumbung itu adalah :
Sibayau-bayau; fungsinya sebagai Sosial, untuk penanti dagang lalu, menyongsong orang baru datang, menolong tamu dari jauh.
Sitinjau Laut; untuk menenggang koroang dan kampung, melapangkan orang kesempitan.
Sidagang Lapa atau Sianggak Lerok; untuk dimakan anak kamanakan, persiapan rumah tangga.
Ruangan Dalam Rumah Gadang
Dalam cerita klasik Minang disebutkan :
Rumah gadang sambilan ruang, sapuluah jo pandapuaran, sabaleh jo anjuang tinggi, panjang nan tidak panjang bana, salajang kudo balari, sakuat kuaran tabang, rangkiang tigo sajajaran nan satu sibayau-bayau, nan satu sitinjau laut nan sabuah sianggak lorek, dan seterusnya. Inilah gambaran rumah gadang Puti Gondoriah di Tiku- Agam.
Sudah jelas bahwa panjang rumah gadang seperti yang dilukiskan itu hanya kiasan saja. Memang ada rumah gadang yang panjangnya lebih dari seratus meter, terbagi atas puluhan petak dan setiap petak dihuni oleh satu keluarga. Rumah gadang seperti ini terdapat di Sulit air, dan rumah larik di Sungai Penuh- Kerinci, hanya tipenya berbeda.
Bentuk atap rumah gadang dalam berbagai daerah di Minangkabau agak berbeda, ada yang dambin, bagai elang akan terbang, menancap kelangit, dan sebagainya. Tetapi bagian dalam hampir sama, ada yang beranjung, dan ada yang tidak. Malahan di Koto nan ampek, ada rumah gadang yang memakai tingkap peranginan dan kabarnya itulah rumah raja di zaman dahulu. Mungkin model rumah gadang inilah yang dibawa keturunan Minangkabau di Negeri Sembilan, yaitu Istana Seri Menanti.
Bahagian yang sebelah keujung dinamai "Ujung" dan bila ditinggikan dinamakan "Anjung". Dua petak sebelah kehalaman sama tinggi saja lantainya dan bahagian yang ditengah ruangan yang memanjang dari ujung kepangkal dinamakan "Labuah kudo". Dibagian dinding sebelah belakang yang ditinggikan terdapat beberapa buah bilik yang berderet dari ujung sampai kepangkal. Bagian yang ditinggikan dinamai "bandua".
Apabila dalam rumah gadang ada beberapa orang gadis, yang termuda akan mendapat tempat sebelah keujung, apabila seorang gadis telah menikah ia akan ditempatkan di bilik utama atau bilik paling ujung, bila gadis yang kedua menikah dia akan menempati bilik utama dan yang kawin pertama tadi akan pindah kebilik berikutnya, jika ada lagi gadis yang menikah maka yang pindah pertama akan pindah lagi kebilik selanjutnya begitulah seterusnya. Dan orang tua menempati bilik paling pangkal, dan kadang kala orang tua harus membuat tempat tidur atau bilik tambahan dibahagian dapur.
Besar bilik biasanya cukup untuk sebuah ranjang dan berhias. Bilik disediakan untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki atau pemuda tidak tersedia bilik dirumah gadang dan biasanya mereka tidur disurau sambil memperdalam ilmu agama dan belajar bela diri atau silat. Kembali kepersoalan rumah gadang, dan pada umumnya sebuah rumah gadang penuh dengan ukiran dan setiap ukiran itu ada namanya, seperti Pucuk rebung, Akar Cina, naga, dan lain-lain.
Membangun Rumah Gadang
Membangun rumah gadang di Minangkabau pada zaman dahulu dikerjakan secara gotong royong sebab mereka menyadari benar petuah adat "Bulet aia dipambuluh, bulek kato dek mufakat" - "Tuah sakato, cilako basilang".
Jika seorang mamak akan membangun rumah maka dibawalah mufakat niniak mamak, penghulu dan sanak famili dan yang lainnya. Pekerjaan pertama ialah kehutan dalam ulayat penghulu, atau ulayat kampung untuk mencari tonggak, atau tiang. Tonggak dan kayu untuk rumah tersebut terlebih dahulu direndam. Setelah tiba masanya mengeluarkan rendaman pekayuan itu dan mulailah pekerjaan memahat, setelah kepala tukang membuat tanda pd tiang tersebut. Dalam memilih tonggak, ada pula tilikan dan kepercayaan sebab ada kayu-kayu itu yang tak baik dipergunakan.
Pembuatan sebuah rumah gadang bisa mencapai beberapa tahun kerna bahan-bahan untuk rumah tersebut harus dicari dan diproses sedemikian rupa. Dan ketika rumah akan ditegakkan keluarga dekat akan membawa beras dan kain yang dinamakan "tukut tonggak" dan ada pula beberapa rangkaian upacara dalam membangun rumah gadang.
Rumah gadang dibuat untuk perempuan. Bila rumah selesai dibangun, yang menempati bukanlah mamak yang sudah berjerih payah mendirikannya, melainkan saudaranya yang perempuan dan kemanakan perempuan. Tetapi yang berkuasa dirumah gadang adalah penghulu kaum, tungganai atau penghulu andika. Sebab tugas seorang mamak dalam rumah sebagai kata adat juga: Hanyut dipintas, hilang dicari, Tarapung dikait, terbenam diselami, Usul dipermainkan, cabuh dibuang, Siang dilihat-lihat, malam dengar-dengarkan, Kamanakan disambah batin, mamak disambah lahir, Lupa diingatkan, tertidur dibangunkan, Senteng akan dibilai, kurang akan ditambah, Panjang dikerat, singkat diulas, Jauh dikenangkan, dekat diulangi.
Karena fungsi itulah rumah gadang di Minangkabau tidak bisa dijual atau digadaikan. Maka kini wanita tertua dalam rumah gadang itulah yang berkuasa dalam rumah gadang. Ia mempunyai sebuah peti penyimpanan yang istimewa namanya "amban purek", begitu juga mengendalikan padi, ternak dan keuangan dirumah gadang tersebut, dialah yang menyelenggarakannya.
Post a Comment