Minangkabau sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia, merupakan satu-satunya suku yang menganut sistem matrilineal. Setiap anak yang lahir secara langsung akan menjadi anggota keluarga suku ibu, karena di Minangkabau garis keturunan ditarik berdasarkan keluarga ibu. Selain dikenal dengan sistem matrilinialnya, ada beberapa ciri khas lain yang melekat bagi suku Minangkabau. Diantaranya adalah kebiasaan merantau yang telah membudaya di kalangan orang Minang, dan juga mereka dikenal sebagai muslim yang taat.
Membaca sejarah Minangkabau, maka kita akan menemukan berbagai kekayaan adat dan budaya negri ini. Kearifan adat dan budaya Minangkabau yang dilandasi dengan nilai-nilai keislaman telah menjadi ciri khas negeri ini. Maka salah satu falsafah yang dikenal dari masyarakat Minangkabau adalah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS SBK), Syara’ mangato, Adat mamakai. Falsafah ini seolah telah mengukuhkan eksistensi Islam dalam kehidupan sosial bermasyarakatnya, dan menjadi hal yang tak terpisahkan dalam keseharian orang Minang.
Menilik sejarah Indonesia, maka kita akan menemukan deretan nama tokoh nasional yang memiliki darah keturunan Minangkabau. Banyak tercatat dalam sejarah Indonesia Orang Minangkabau yang memainkan kiprahnya di pentas nasional, mulai dari bidang politik, budaya dan sastra, agama, dan juga ekonomi. Sebut saja M. Hatta, Tan Malaka, Agus Salim, Buya Hamka, Tuanku Imam Bonjol, Sutan Syahrir, M. Yamin, M. Natsir, dan masih banyak lagi nama-nama putra Minang yang dikenal sebagai tokoh nasional. Sederatan nama tersebut seolah telah mengukuhkan Minangkabau sebagai industri otak pada masanya yang dulu.
Berbicara soal kehidupan sosial dan kemasyarakatan di Minangkabau, maka sisi religiusitas masyarakatnya tak dapat kita pisahkan dari kesehariannya. Ada hal yang unik dari masyarakat Minangkabau. Kalau kita mengenal surau pada umumnya adalah sebagai tempat beribadah (sholat) semata, ternyata bagi masyarakat Minangkabau surau tak hanya sebagai tempat ibadah saja. Namun Surau waktu dulunya telah menjadi tempat tinggal bagi anak laki-laki yang mulai beranjak remaja.
Di suraulah dulunya anak laki-laki yang mulai menginjak masa remajanya lebih banyak menghabiskan waktunya setiap hari. Di surau mereka belajar mengaji al Quran dan juga tafsirnya, ilmu hadis, Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan materi keislaman lainnya. Di surau juga mereka belajar tentang petatah-petitih adat Minangkabau, beladiri, randai, dan berbagai kesenian serta adat budaya Minangkabau lainnya. Di surau jugalah mereka ditempa dan dipersiapkan untuk menjadi pribadi yang siap menanggung beban dan amanah di kemudian harinya.
Berbicara tentang rumah gadang di Minangkabau, maka fungsinya pada waktu dulu hanya diperuntukkan bagi anak perempuan, dan anak-anak yang masih kecil. Anak laki-laki yang sudah beranjak baligh hanya akan berinteraksi dengan keluarganya pada siang hari, sedangkan apabila sudah beranjak malam maka mereka akan kembali ke surau.
Terkait dengan fungsi surau pada masa lalu di Minangkabau yang ternyata tidak hanya sebatas tempat ibadah saja, tetapi juga memainkan peranan yang cukup banyak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, maka tak salah kiranya apabila dikatakan surau sebagai salah satu pranata sosial di masyarakat Minangkabau. Pranata yang dikenal sebagai salah satu padanan kata untuk institusi, didefenisikan oleh Koendjaraningrat sebagai sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam masyarakat.
Surau menyangkut fungsinya sebagai salah satu atau bagian dari pranata penting dalam masyarakat Minangkabau, telah memainkan peranannya untuk memenuhi berbagai keperluan masyarakat dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Sebut saja fungsi surau sebagai institusi pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak remaja di Minangkabau, selain itu surau juga memainkan fungsinya dalam sosialisasi berbagai informasi yang harus di ketahui masyarakat.
Tidak dapat disangkal, dahulunya surau mendapatkan peranan yang sangat strategis dalam membentuk pribadi orang Minang. Maka tak mengherankan apabila pada saat surau memainkan peranannya yang sangat strategis tersebut dengan sangat baik, maka saat itu pula Minangkabau dapat mencetak sederet tokoh nasional yang kemampuannya diakui berbagai kalangan di tingkat nasional dan bahkan internasional.
Mencermati kondisi saat ini, dimana surau tak lagi mendapatkan peranan yang strategis dalam membentuk pribadi orang Minang, ternyata Minangkabau pun tak dapat lagi mencetak tokoh-tokoh hebat yang mampu mempengaruhi opini masyarakat nasional. Adapun sejumlah tokoh Minang yang dikenal saat ini, sebagian dari mereka adalah yang dulunya masih sempat mengecap bagaimana pembinaan yang dilakukan di surau. Walaupun surau saat ini masih digunakan untuk belajar mengaji atau Taman Pendidikan Al Quran (TPA), namun fungsinya dalam pembentukan pribadi anak Minang tidaklah sestrategis dulunya.
Menyikapi perbedaan fungsi surau pada dulunya dan saat sekarang ini, maka kurang arif rasanya apabila kita menyamakan atau membandingkan antara masa dahulu dan sekarang, tanpa menimbang kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kita sadari kondisi dan permasalahan yang dihadapi setiap generasi adalah berbeda, maka penyikapan yang harus dilakukan juga harus mempertimbangkan kondisi pada masanya. Dimana saat ini arus globalisasi dan modernisasi telah menerjang dengan sangat hebatnya dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Minangkabau mulai dari perkotaan hingga ke pelosok nagari.
Dengan semakin kuatnya arus globalisasi dan modernisasi yang masuk ke masyarakat Minangkabau saat ini, maka penyikapan yang kita lakukan juga harus sesuai dengan kondisi saat ini. Mengembalikan fungsi surau saat ini seperti dulunya, hampir mustahil adanya. Maka yang dapat dilakukan adalah memaksimalkan berbagai peran yang masih dapat dilakukan surau saat ini.
Menjadikan surau sebagai salah satu institusi pembentuk karakter dan kepribadian yang Islami masih mungkin dilakukan. Misalnya saja membiasakan anak-anak untuk memakmurkan surau dengan berbagai kegiatan-kegiatan Islami. Kita perhatikan selama ini surau saat ini hanya dijadikan sebagai tempat pengajaran Al Quran, bukan sebagai wadah untuk membentuk pribadi islami.
Harapan bagi kita bersama, surau kembali dapat memainkan peranannya dalam membentuk kepribadian anak Minang yang islami. Kita rasakan hampir hilang rasanya nuansa religiusitas masyarakat Minangkabau dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memaksimalkan kembali fungsi surau sebagai pembentuk pribadi yang islami, maka nuansa religiusitas yang sempat dirasakan generasi sebelum kita, dapat kita rasakan kembali nantinya.
Membaca sejarah Minangkabau, maka kita akan menemukan berbagai kekayaan adat dan budaya negri ini. Kearifan adat dan budaya Minangkabau yang dilandasi dengan nilai-nilai keislaman telah menjadi ciri khas negeri ini. Maka salah satu falsafah yang dikenal dari masyarakat Minangkabau adalah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS SBK), Syara’ mangato, Adat mamakai. Falsafah ini seolah telah mengukuhkan eksistensi Islam dalam kehidupan sosial bermasyarakatnya, dan menjadi hal yang tak terpisahkan dalam keseharian orang Minang.
Menilik sejarah Indonesia, maka kita akan menemukan deretan nama tokoh nasional yang memiliki darah keturunan Minangkabau. Banyak tercatat dalam sejarah Indonesia Orang Minangkabau yang memainkan kiprahnya di pentas nasional, mulai dari bidang politik, budaya dan sastra, agama, dan juga ekonomi. Sebut saja M. Hatta, Tan Malaka, Agus Salim, Buya Hamka, Tuanku Imam Bonjol, Sutan Syahrir, M. Yamin, M. Natsir, dan masih banyak lagi nama-nama putra Minang yang dikenal sebagai tokoh nasional. Sederatan nama tersebut seolah telah mengukuhkan Minangkabau sebagai industri otak pada masanya yang dulu.
Berbicara soal kehidupan sosial dan kemasyarakatan di Minangkabau, maka sisi religiusitas masyarakatnya tak dapat kita pisahkan dari kesehariannya. Ada hal yang unik dari masyarakat Minangkabau. Kalau kita mengenal surau pada umumnya adalah sebagai tempat beribadah (sholat) semata, ternyata bagi masyarakat Minangkabau surau tak hanya sebagai tempat ibadah saja. Namun Surau waktu dulunya telah menjadi tempat tinggal bagi anak laki-laki yang mulai beranjak remaja.
Di suraulah dulunya anak laki-laki yang mulai menginjak masa remajanya lebih banyak menghabiskan waktunya setiap hari. Di surau mereka belajar mengaji al Quran dan juga tafsirnya, ilmu hadis, Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan materi keislaman lainnya. Di surau juga mereka belajar tentang petatah-petitih adat Minangkabau, beladiri, randai, dan berbagai kesenian serta adat budaya Minangkabau lainnya. Di surau jugalah mereka ditempa dan dipersiapkan untuk menjadi pribadi yang siap menanggung beban dan amanah di kemudian harinya.
Berbicara tentang rumah gadang di Minangkabau, maka fungsinya pada waktu dulu hanya diperuntukkan bagi anak perempuan, dan anak-anak yang masih kecil. Anak laki-laki yang sudah beranjak baligh hanya akan berinteraksi dengan keluarganya pada siang hari, sedangkan apabila sudah beranjak malam maka mereka akan kembali ke surau.
Terkait dengan fungsi surau pada masa lalu di Minangkabau yang ternyata tidak hanya sebatas tempat ibadah saja, tetapi juga memainkan peranan yang cukup banyak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, maka tak salah kiranya apabila dikatakan surau sebagai salah satu pranata sosial di masyarakat Minangkabau. Pranata yang dikenal sebagai salah satu padanan kata untuk institusi, didefenisikan oleh Koendjaraningrat sebagai sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam masyarakat.
Surau menyangkut fungsinya sebagai salah satu atau bagian dari pranata penting dalam masyarakat Minangkabau, telah memainkan peranannya untuk memenuhi berbagai keperluan masyarakat dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Sebut saja fungsi surau sebagai institusi pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak remaja di Minangkabau, selain itu surau juga memainkan fungsinya dalam sosialisasi berbagai informasi yang harus di ketahui masyarakat.
Tidak dapat disangkal, dahulunya surau mendapatkan peranan yang sangat strategis dalam membentuk pribadi orang Minang. Maka tak mengherankan apabila pada saat surau memainkan peranannya yang sangat strategis tersebut dengan sangat baik, maka saat itu pula Minangkabau dapat mencetak sederet tokoh nasional yang kemampuannya diakui berbagai kalangan di tingkat nasional dan bahkan internasional.
Mencermati kondisi saat ini, dimana surau tak lagi mendapatkan peranan yang strategis dalam membentuk pribadi orang Minang, ternyata Minangkabau pun tak dapat lagi mencetak tokoh-tokoh hebat yang mampu mempengaruhi opini masyarakat nasional. Adapun sejumlah tokoh Minang yang dikenal saat ini, sebagian dari mereka adalah yang dulunya masih sempat mengecap bagaimana pembinaan yang dilakukan di surau. Walaupun surau saat ini masih digunakan untuk belajar mengaji atau Taman Pendidikan Al Quran (TPA), namun fungsinya dalam pembentukan pribadi anak Minang tidaklah sestrategis dulunya.
Menyikapi perbedaan fungsi surau pada dulunya dan saat sekarang ini, maka kurang arif rasanya apabila kita menyamakan atau membandingkan antara masa dahulu dan sekarang, tanpa menimbang kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kita sadari kondisi dan permasalahan yang dihadapi setiap generasi adalah berbeda, maka penyikapan yang harus dilakukan juga harus mempertimbangkan kondisi pada masanya. Dimana saat ini arus globalisasi dan modernisasi telah menerjang dengan sangat hebatnya dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Minangkabau mulai dari perkotaan hingga ke pelosok nagari.
Dengan semakin kuatnya arus globalisasi dan modernisasi yang masuk ke masyarakat Minangkabau saat ini, maka penyikapan yang kita lakukan juga harus sesuai dengan kondisi saat ini. Mengembalikan fungsi surau saat ini seperti dulunya, hampir mustahil adanya. Maka yang dapat dilakukan adalah memaksimalkan berbagai peran yang masih dapat dilakukan surau saat ini.
Menjadikan surau sebagai salah satu institusi pembentuk karakter dan kepribadian yang Islami masih mungkin dilakukan. Misalnya saja membiasakan anak-anak untuk memakmurkan surau dengan berbagai kegiatan-kegiatan Islami. Kita perhatikan selama ini surau saat ini hanya dijadikan sebagai tempat pengajaran Al Quran, bukan sebagai wadah untuk membentuk pribadi islami.
Harapan bagi kita bersama, surau kembali dapat memainkan peranannya dalam membentuk kepribadian anak Minang yang islami. Kita rasakan hampir hilang rasanya nuansa religiusitas masyarakat Minangkabau dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memaksimalkan kembali fungsi surau sebagai pembentuk pribadi yang islami, maka nuansa religiusitas yang sempat dirasakan generasi sebelum kita, dapat kita rasakan kembali nantinya.
Oleh: Tomi Wardana
Tulisan ini pernah terbit di Harian Singgalang Januari 2010
Post a Comment